Sabtu, 01 November 2014

Tentang Demo Buruh

Ngeliat tanda-tandanya, hari ini kayaknya bakalan gak ada kerjaan nih. Marilah lanjut ngeblog saja, hohoho... Baiklah, topik kali ini tentang demo buruh yang terjadi hampir setiap tahun di daerah domisili saya saat ini, apalagi kalo bukan Cikarang.

Sebagai salah 1 kawasan industri (yang katanya terbesar) di Indonesia, hampir lebih dari 50% persen penduduk usia produktif kerja di Cikarang menggantungkan ekonominya di sektor industri/manufaktur dan turunannya. Apa nih maksudnya manufaktur dan turunannya? Jadi gini nih, kalo di suatu daerah sudah ada beberapa pabrik pasti bakal muncul usaha subcon/vendor dari pabrik tsb, belom lagi usaha kos-kosan, makanan, perumahan dsb. Bisa dikatakan munculnya beberapa pabrik ini menciptakan suatu kawasan satelit baru (kehidupan sekelompok masyarakat sosial beserta seluruh fasilitas penunjang kehidupannya)

Nah, di Cikarang juga gitu keadaannya. Daerah ini punya banyak kawasan industri besar (as example: Delta Silicon, EJIP, Jababeka) Geseran dikit udah ada MM2100 n KIIC. Banyak bener ya? Diliat dari jumlah pabriknya aja dah banyak, apalagi jumlah total pekerjanya. Seluruh pekerja yang bekerja di pabrik ini biasa kita sebut buruh pabrik (baik dari level Presdir sampai level terbawah secara level jabatan)

picture was copied from www.prawny.me.uk

Tiap tahunnya, banyak dari buruh pabrik ini yang berdemo baik melalui jalur organisasi maupun jalur individu untuk menuntut kenaikan yang namanya UMR (Upah Minimum Regional). Mereka bisa demo ke Istana Negara, Gedung MPR DRP, Kantor Kementrian Tenaga Kerja, pabrik tempat mereka bekerja, lahan kosong yang luas ataupun yang paling parah menutup tol. Yang menurut saya tindakan terakhir ini sungguh keterlaluan karena merugikan kepentingan umum (ingat penduduk indonesia terdiri dari beragam profesi) jadi jangan egoislah pake acara nutup2 jalan tol. Anda akan dihargai haknya apabila anda menghargai hak orang lain, ya gak???

Postingan ini adalah uneg2 saya sebagai salah 1 dari buruh pabrik. Boleh dong kalo sudut pandangnya terserah saya, kan ini blog saya, hohoho... Menurut saya wajar jika setiap individu ingin gajinya naik karena adanya inflasi yang terjadi tiap tahun. Banyak perusahaan yang tiap tahun memberikan kenaikan gaji minimal setara kenaikan inflasi, ini kalo perusahaannya punya tingkat sustainable yang baik. Nah kalo bwat perusahaan yang tingkat sustainablenya kurang, bisa jadi mereka menggaji karyawannya di bawah standard UMR atau kenaikan gaji setiap tahun di bawah tingkat inflasi. Ini juga sah-sah aja, terserah kebijakan perusahaannya. Ibarat kata gaji karyawan bwat tiap perusahaan beda, banyak faktor lah kalo ini.

Nah yang jadi persoalan di demo buruh tiap taun, buruh pabrik menuntut adanya kenaikan UMR yang jumlahnya menurut saya tidak realistis. Sangat jauh diatas tingkat inflasi. Mereka kebanyakan lupa bahwa tiap perusahaan berbeda masalah sistem pengupahan. Jadi jangan di-sama ratakan keadaan di seluruh perusahaan. Bahasa kasarnya nih, lu buruh ngikut orang, digaji ya terserah dong jumlahnya sama yang punya usaha (asal masih bisa bwat hidup sederhana) Kalo banyak ya sukur, kalo menurut lu kurang, ya sono gih mikir usaha lain bwat nambal kurangannya :D Fair kan?

Sepenglihatan saya tidak semua buruh pabrik yang ikut demo tiap taun itu digaji dengan tidak layak. Banyak malah dari mereka yang digaji dengan sangat layak dilihat dari tolak ukur skill (kemampuan), tingkat pendidikan maupun pengalamannya. Bahkan menurut saya kebanyakan dari mereka yang aktif ikut demo minta upah naik itu cenderung bergaya hidup konsumtif (hedonisme)

In my mind, 3 kebutuhan primer manusia itu terdiri dari sandang, pangan dan papan. Asalkan gaji dari perusahaan sudah mengcover 3 kebutuhan tersebut, itu sudah bisa dibilang layak. Gampangnya nih, buruh udah bisa makan, beli baju n kredit rumah dengan layak (sederhana). Tentunya daya beli sesuai dengan income yang mampu dihasilkan, jangan melebih-lebihkan (bahasa gaulnya lebay) Nah kalo masalah kebutuhan sekunder apalagi tersier macam HP, motor, mobil, nonton film, apalagi parfum itu mah dah masuk katagori life style. Pemenuhan life style kan bisa di-adjust sesuai sisa income dikurangi 3 kebutuhan primer diatas. 

picture was copied from arryrahmawan.net

Jadi kesimpulannya menurut saya, berkaca dari kasus demo buruh tiap taun, saya harus lebih banyak bersyukur, tidak kufur nikmat. Bersyukurlah masih ada yang mampu menggaji anda. Jika merasa kurang, berusahalah di jalan lain, banyak jalan menuju roma. Jikalau memang terpaksa demo, demolah dengan santun, hargailah kepentingan orang lain. Kita ini makhluk sosial, kalo gak bisa tepo seliro bakal banyak gesekan sama orang lain.

NB: ditulis dalam edisi prihatin dengan fenomena demo buruh T_T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar